PLATYHELMINTHES
MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Zoologi Invertebrata
Disusun Oleh :
ATEP ABDUL LATHIF FAUZI (1210206015)
Pendidikan Biologi 3/A
PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2011
KATA PENGANTAR
Segala puji kami panjatkan kehadirat
Illahi Rabbi, berkat rahmat dan taufiq-Nya sehingga makalah Zoologi
invertebrata ini dapat diselesaikan. Makalah ini disusun berdasarkan materi
yang tertera pada silabus mata kuliah Zoologi invertebrata pada program S1
Pendidikan Biologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Penyusunan makalah ini
dimaksudkan untuk memberikan tambahan referensi bagi mahasiswa agar memahami
lebih dalam terhadap materi-materi bab ini.
Makalah
yang berjudul “Platyhelminthes” disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Zoologi invertebrata yang bertujuan untuk memperluas
pemahaman terutama pada pembahasan yang akan disajikan, selain itu juga
penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk membiasakan mahasiswa menulis atau
menyusun sebuah karya ilmiah. Adapun
makalah ini disusun secara ringkas dan sistematis agar pembaca dapat memahami dengan lebih mudah.
Makalah ini tidak luput dari kekurangan. Karenanya,
segala kritik dan saran untuk penyempurnaannya sangat kami nantikan.
Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat untuk kita semua.
Bandung,
November,2011
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Hewan yang tidak bertulang belakang
atau invertebrata terdiri atas beberapa jenis dan golongan. Jika ada yang
memiliki rangka, maka rangka itu berbeda dengan rangka biasa yang kita kenal.
Umumnya rangka invertebrata tersebut ada di luar menyelubungi tubuhnya.
Hewan-hewan yang tidak bertulang belakang semuanya memiliki struktur morfologi dan anatomi lebih sederhana dibandingkan dengan kelompok hewan bertulang belakang. Misalnya untuk peredaran darahnya bila kita amati, peredaran darah pada hewan bertulang belakang telah sempurna dengan jantung yang memiliki kamar-kamar dan pembuluh yang mempunyai tugas masing-masing.
Hewan-hewan yang tidak bertulang belakang semuanya memiliki struktur morfologi dan anatomi lebih sederhana dibandingkan dengan kelompok hewan bertulang belakang. Misalnya untuk peredaran darahnya bila kita amati, peredaran darah pada hewan bertulang belakang telah sempurna dengan jantung yang memiliki kamar-kamar dan pembuluh yang mempunyai tugas masing-masing.
Jika ada hewan yang tidak bertulang
belakang memiliki peredaran darah tertutup, peredaran darah itu tidak
sesempurna peredaran darah katak dan ikan atau hewan bertulang belakang
lainnya. Selain peredaran darahnya, sistem pernafasan, pencernaan, dan
pengeluarannya pun lebih sederhana. Hal ini berkaitan dengan struktur tubuh
vertebrata yang jauh lebih rumit dibandingkan dengan struktur tubuh
invertebrata.
Pada makalah ini saya akan
menyajikan satu dari filum yang ada pada hewan tidak bertulang belakang atau
invertebrata. Filum yang akan dibahas ini adalah filum platyhelminthes, di mana
kita akan membahas mulai dari karakteristik umum dari platyhelminthes hingga
peran platyhelminthes dalam kehidupan manusia.
B. Rumusan Masalah
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang
telah diuraikan di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik dari Filum Platyhelminthes?
2. Klasifikasi filum Platyhelminthes?
3. Bagaimana daur hidup kelas yang terdapat pada filum Platyhelminthes?
4. Apa peranan Platyhelminthes dalam kehidupan manusia?
C. Tujuan
1. Bagaimana karakteristik dari Filum Platyhelminthes?
2. Klasifikasi filum Platyhelminthes?
3. Bagaimana daur hidup kelas yang terdapat pada filum Platyhelminthes?
4. Apa peranan Platyhelminthes dalam kehidupan manusia?
C. Tujuan
Mengetahui dan memahami lebih jauh
tentang filum Platyhelminthes dan peranannya dalam kehidupan manusia.
BAB
II
FILUM PLATYHELMINTHES
FILUM PLATYHELMINTHES
A. Pengertian dan Karakteristik Filum Platyhelminthes
Platyhelminthes, asal kata : platy =
pipih dan helmins = cacing. Pada platyhelminthes sudah tedapat alat atau organ
sederhana seperti pharynx yang bersifat musculer, ocelli dan alat-alat yang
lebih kompleks misalnya organ genitalia dan organ excretoria. Namun mereka
masih mempunyai systema gastrovasculare seperti diketemukan pada Coelenterata
dengan hanya satu muara keluar yang berfungsi baik sebagai mulut maupaun
sebagai anus.
Platyhelminthes memiliki tubuh
pipih, lunak dan epidermis bersilia. Cacing pipih ini merupakan hewan
tripoblastik yang tidak mempunyai rongga tubuh (acoelomata). Hidup biasanya di
air tawar, air laut dan tanah lembab. Ada pula yang hidup sebagai parasit pada
hewan dan manusia. Cacing parasit ini mempunyai lapisan kutikula dan silia yang
hilang setelah dewasa. Hewan ini mempunyai alat pengisap yang mungkin disertai
dengan kait untuk menempel.
Cacing pipih belum mempunyai sistem
peredaran darah dan sistem pernafasan. Sedangkan sistem pencernaannya tidak
sempurna, tanpa anus. Contoh Platyhelmintes adalah Planaria. Planaria mempunyai
sistem pencernaan yang terdiri dari mulut, faring, usus (intestine) yang
bercabang 3 yakni satu cabang ke arah anterior dan 2 cabang lagi ke bagian
samping tubuh. Percabangan ini berfungsi untuk peredaran bahan makanan dan
memperluas bidang penguapan. Planaria tidak memiliki anus pada saluran
pencernaan makanan sehingga buangan yang tidak tercerna dikeluarkan melalui
mulut. Perhatikan gambar susunan saluran pencernaan Planaria berikut ini.
1. Sistem Eksresi
1. Sistem Eksresi
Sistem ekskresi pada cacing pipih
terdiri atas dua saluran eksresi yang memanjang bermuara ke pori-pori yang
letaknya berderet-deret pada bagian dorsal (punggung). Kedua saluran eksresi
tersebut bercabang-cabang dan berakhir pada sel-sel api (flame cell).
Perhatikan gambar sistem eksresi dan sel api Planaria di bawah ini.
Platyhelminthes adalah merupakan sebagian besar acelomata yang mempunyai 3 (tiga) lapisan dermoblast, yaitu berturut-turut dari luar ke dalam:
o Ectiderm
o Mesoderm
o Entoderm
Platyhelminthes adalah merupakan sebagian besar acelomata yang mempunyai 3 (tiga) lapisan dermoblast, yaitu berturut-turut dari luar ke dalam:
o Ectiderm
o Mesoderm
o Entoderm
Pada Platyhelminthes dari
lapisan-lapisan tersebut akan terbentuk alat-alat yaitu dari ectoderm misalnya
membentuk epidermis yang selanjutnya akan terbentuk cuticula. Mesoderm
membentuk lapisan-lapisan otot, jaringan pengikat dan alat reproduksi. Dan
entoderm akan terbentuk gastrodermis.
2. Sistem Saraf
Sistem saraf berupa tangga tali yang
terdiri dari sepasang ganglion otak di bagian anterior tubuh. Kedua ganglia ini
dihubungkan oleh serabut-serabut saraf melintang dan dari masing-masing
ganglion membentuk tangga tali saraf yang memanjang ke arah posterior. Kedua
tali saraf ini bercabang-cabang ke seluruh tubuh. Perhatikan gambar sistem
saraf Planaria berikut!
3. Sistem Reproduksi
3. Sistem Reproduksi
Reproduksi pada cacing pipih seperti
Planaria dapat secara aseksual dan secara seksual. Reproduksi aseksual (vegetatif)
dengan regenerasi yakni memutuskan bagian tubuh. Sedangkan reproduksi seksual
(generatif) dengan peleburan dua sel kelamin pada hewan yang bersifat
hemafrodit. Sistem reproduksi seksual pada Planaria terdiri atas sistem
reproduksi betina meliputi ovum, saluran ovum, kelenjar kuning telur. Sedangkan
reproduksi jantan terdiri atas testis, pori genital dan penis. Perhatikan
gambar sistem reproduksi Planaria.
Platyhelminthes (cacing pipih)
dibedakan menjadi 3 kelas yaitu Turbellaria, Trematoda dan Cestoda. Berikut
akan dijelaskan satu-persatu.
1. Kelas Turbellaria
Hewan dari kelas Turbellaria
memiliki tubuh bentuk tongkat atau bentuk rabdit (Yunani : rabdit = tongkat).
Hewan ini biasanya hidup di air tawar yang jernih, air laut atau tempat lembab
dan jarang sebagai parasit. Tubuh memiliki dua mata dan tanpa alat hisap.
Hewan ini mempunyai kemampuan yang
besar untuk beregenerasi dengan cara memotong tubuhnya seperti tampak pada
gambar 5 di atas. Contoh Turbellaria antara lain Planaria dengan ukuran tubuh
kira-kira 0,5 – 1,0 cm
dan Bipalium yang mempunyai panjang tubuh sampai 60 cm dan hanya keluar di
malam hari.
Permukaan tubuh Planaria bersilia
dan kira-kira di tengah mulut terdapat proboscis (tenggorok yang dapat
ditonjolkan keluar) seperti pada gambar berikut.
Planaria tubuhnya bersifat
fleksibel, dapat memanjang atau memendek atau membelok dalam tiap arah.
Planaria hidup di air tawar dalam danau, sungai dan rawa. Mereka menghindari
sinar matahari dengan melekat di bawah permukaan batu atau sepotong kayu.
2. Kelas Trematoda
Hewan Trematoda memiliki tubuh yang
diliputi kutikula dan tak bersilia. Pada ujung anterior terdapat mulut dengan
alat penghisap yang dilengkapi kait. Tubuh dengan panjang lebih kurang 2,5 cm dan lebar 1cm serta
simetris bilateral.
Trematoda termasuk hewan
hemafrodit,dan sebagai parasit pada Vertebrata baik berupa ektoparasit (pada
ikan) maupun sebagai endoparasit. Contoh hewan Trematoda adalah :
a) Fasciola hepatica
Cacing hati atau Fasciola hepatica
(parasit pada hati domba), dalam keadaan dewasa cacing hati hidup di dalam
hepar domba, sapi, babi dan kadang-kadang dalam manusia, cacing ini juga dapat
menyebabkan banyak kerugian dalam bidang peternakan. Fasciola hepatica
menyerupai Planaria baik dalam bentuk tubuh maupun strukturnya. Tubuhnya
berbentuk daun, panjangnya sampai 30
mm.
b) Fasciola gigantica
Fasciola gigantica (parasit pada
hati sapi) dan cacing hati parasit pada manusia (Chlonorchis sinensis) serta
Schistosoma japonicum (cacingdarah).
Perhatikan gambar anatomi cacing hati (Fasciola hepatica) berikut!
Perhatikan gambar anatomi cacing hati (Fasciola hepatica) berikut!
Daur Hidup Kelas Trematoda
Berikut ini diuraikan mengenai daur
hidup beberapa jenis cacing yang termasuk kelas Trematoda.
• Cacing dewasa bertelur di dalam saluran empedu dan kantong empedu sapi atau domba. Kemudian telur keluar ke alam bebas bersama feses domba. Bila mencapai tempat basah, telur ini akan menetas menjadi larva bersilia yang disebut mirasidium. Mirasidium akan mati bila tidak masuk ke dalam tubuh siput air tawar (Lymnea auricularis-rubigranosa).
• Di dalam tubuh siput ini, mirasidium tumbuh menjadi sporokista (menetap dalam tubuh siput selama + 2 minggu).
• Sporokista akan menjadi larva berikutnya yang disebut Redia. Hal ini berlangsung secara partenogenesis.
• Redia akan menuju jaringan tubuh siput dan berkembang menjadi larva berikutnya yang disebut serkaria yang mempunyai ekor. Dengan ekornya serkaria dapat menembus jaringan tubuh siput dan keluar berenang dalam air.
• Di luar tubuh siput, larva dapat menempel pada rumput untuk beberapa lama. Serkaria melepaskan ekornya dan menjadi metaserkaria. Metaserkaria membungkus diri berupa kista yang dapat bertahan lama menempel pada rumput atau tumbuhan air sekitarnya. Perhatikan tahap perkembangan larva Fasciola hepatica.
• Apabila rumput tersebut termakan oleh domba, maka kista dapat menembus dinding ususnya, kemudian masuk ke dalam hati, saluran empedu dan dewasa di sana untuk beberapa bulan. Cacing dewasa bertelur kembali dan siklus ini terulang lagi.
Dalam daur hidup cacing hati ini mempunyai dua macam tuan rumah yaitu:
1. Inang perantara yaitu siput air
2. Inang menetap,yaitu hewan bertulang belakang pemakan rumput seperti sapi dan domba.
a. Daur hidup Chlonorchis sinensis
• Cacing dewasa bertelur di dalam saluran empedu dan kantong empedu sapi atau domba. Kemudian telur keluar ke alam bebas bersama feses domba. Bila mencapai tempat basah, telur ini akan menetas menjadi larva bersilia yang disebut mirasidium. Mirasidium akan mati bila tidak masuk ke dalam tubuh siput air tawar (Lymnea auricularis-rubigranosa).
• Di dalam tubuh siput ini, mirasidium tumbuh menjadi sporokista (menetap dalam tubuh siput selama + 2 minggu).
• Sporokista akan menjadi larva berikutnya yang disebut Redia. Hal ini berlangsung secara partenogenesis.
• Redia akan menuju jaringan tubuh siput dan berkembang menjadi larva berikutnya yang disebut serkaria yang mempunyai ekor. Dengan ekornya serkaria dapat menembus jaringan tubuh siput dan keluar berenang dalam air.
• Di luar tubuh siput, larva dapat menempel pada rumput untuk beberapa lama. Serkaria melepaskan ekornya dan menjadi metaserkaria. Metaserkaria membungkus diri berupa kista yang dapat bertahan lama menempel pada rumput atau tumbuhan air sekitarnya. Perhatikan tahap perkembangan larva Fasciola hepatica.
• Apabila rumput tersebut termakan oleh domba, maka kista dapat menembus dinding ususnya, kemudian masuk ke dalam hati, saluran empedu dan dewasa di sana untuk beberapa bulan. Cacing dewasa bertelur kembali dan siklus ini terulang lagi.
Dalam daur hidup cacing hati ini mempunyai dua macam tuan rumah yaitu:
1. Inang perantara yaitu siput air
2. Inang menetap,yaitu hewan bertulang belakang pemakan rumput seperti sapi dan domba.
a. Daur hidup Chlonorchis sinensis
Daur hidup Chlonorchis sinensis sama
seperti Fasciola hepatica, hanya saja serkaria pada cacing ini masuk ke dalam
daging ikan air tawar yang berperan sebagai inang sementara. Struktur tubuh
Chlonorchis sinensis sama seperti tubuh pada Fasciola hepatica hanya berbeda
pada cabang usus lateral yang tidak beranting.
b. Daur hidup Schistosoma japonicum (cacing darah)
Cacing darah ini parasit pada manusia, babi, biri-biri, kucing dan binatang pengerat lainnya.Cacing dewasa dapat hidup dalam pembuluh balik (vena) perut. Tubuh cacing jantan lebih lebar dan dapat menggulung sehingga menutupi tubuh betina yang lebih ramping. Cacing jantan panjangnya 9 – 22 mm, sedangkan panjang cacing betina adalah 14 – 26 cm.
b. Daur hidup Schistosoma japonicum (cacing darah)
Cacing darah ini parasit pada manusia, babi, biri-biri, kucing dan binatang pengerat lainnya.Cacing dewasa dapat hidup dalam pembuluh balik (vena) perut. Tubuh cacing jantan lebih lebar dan dapat menggulung sehingga menutupi tubuh betina yang lebih ramping. Cacing jantan panjangnya 9 – 22 mm, sedangkan panjang cacing betina adalah 14 – 26 cm.
Selanjutnya diuraikan tentang daur
hidup Schistosoma japonicum.
• Cacing darah ini bertelur pada pembuluh balik (vena) manusia kemudian menuju ke poros usus (rektum) dan ke kantong air seni (vesica urinaria), lalu telur keluar bersama tinja dan urine.
• Telur akan berkembang menjadi mirasidium dan masuk ke dalam tubuh siput. Kemudian dalam tubuh siput akan berkembang menjadi serkaria yang berekor bercabang. Serkaria dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan dan minuman atau menembus kulit dan dapat menimbulkan penyakit Schistomiasis (banyak terdapat di Afrika dan Asia). Penyakit ini menyebabkan kerusakan dan kelainan fungsi pada hati, jantung, limpa, kantong urine dan ginjal.
• Cacing darah ini bertelur pada pembuluh balik (vena) manusia kemudian menuju ke poros usus (rektum) dan ke kantong air seni (vesica urinaria), lalu telur keluar bersama tinja dan urine.
• Telur akan berkembang menjadi mirasidium dan masuk ke dalam tubuh siput. Kemudian dalam tubuh siput akan berkembang menjadi serkaria yang berekor bercabang. Serkaria dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan dan minuman atau menembus kulit dan dapat menimbulkan penyakit Schistomiasis (banyak terdapat di Afrika dan Asia). Penyakit ini menyebabkan kerusakan dan kelainan fungsi pada hati, jantung, limpa, kantong urine dan ginjal.
3. Kelas Cestoda
Cacing pita (Cestoda) memiliki tubuh bentuk
pipih, panjang antara 2 - 3m dan terdiri dari bagian kepala (skoleks) dan tubuh
(strobila). Kepala (skoleks) dilengkapi dengan lebih dari dua alat pengisap.
Sedangkan setiap segmen yang menyusun strobila mengandung alat
perkembangbiakan. Tubuhnya satu strobila tertutup oleh cuticula yang tebal;
tidak berpigmen; tidak mempunyai tractus digestivus atau alat indera dalam bentuk
dewasanya. Makin ke posterior segmen makin melebar dan setiap segmen
(proglotid) merupakan satu individu dan bersifat hermafrodit.
Banyak tipe-tipe cacing pita hidup
di dalam intestinum dari hampir semua hewan-hewan Vertebrata. Species dari
genus Taenia hidup sebagai bentuk dewasa di dalam tractus digestivus
manusia.
Cacing ini biasanya hidup sebagai
parasit dalam usus vertebrata dan tanpa alat pencernaan. Sistem eksresi terdiri
dari saluran pengeluaran yang berakhir dengan sel api. Sistem saraf sama
seperti Planaria dan cacing hati, tetapi kurang berkembang.
Contoh Cestoda yaitu:
a) Taenia saginata (dalam usus manusia)
b) Taenia solium (dalam usus manusia)
c) Choanotaenia infudibulum (dalam usus ayam)
d) Echinococcus granulosus (dalam usus anjing)
e) Dipylidium latum (menyerang manusia melalui inang protozoa)
Daur Hidup Kelas Cestoda
Selanjutnya akan diuraikan beberapa dari cacing pada kelas Cestod, antara lain:
a. Taenia saginata
Contoh Cestoda yaitu:
a) Taenia saginata (dalam usus manusia)
b) Taenia solium (dalam usus manusia)
c) Choanotaenia infudibulum (dalam usus ayam)
d) Echinococcus granulosus (dalam usus anjing)
e) Dipylidium latum (menyerang manusia melalui inang protozoa)
Daur Hidup Kelas Cestoda
Selanjutnya akan diuraikan beberapa dari cacing pada kelas Cestod, antara lain:
a. Taenia saginata
Cacing ini parasit dalam usus halus
manusia. Perbedaannya dengan Taenia solium hanya terletak pada alat pengisap
dan inang perantaranya. Taenia saginata pada skoleksnya terdapat alat pengisap
tanpa kait dan inang perantaranya adalah sapi. Sedangkan Taenia solium memiliki
alat pengisap dengan kait pada skoleksnya dan inang perantaranya adalah babi.
Daur hidup Taenia saginata
Daur hidup Taenia saginata
Dalam usus manusia terdapat
proglotid yang sudah masak yakni yang mengandung sel telur yang telah dibuahi
(embrio). Telur yang berisi embrio ini keluar bersama feses. Bila telur ini
termakan sapi, dan sampai pada usus akan tumbuh dan berkembang menjadi larva
onkoster. Larva onkoster menembus usus dan masuk ke dalam pembuluh darah atau
pembuluh limpa, kemudian sampai ke otot lurik dan membentuk kista yang disebut
Cysticercus bovis (larva cacing). Kista akan membesar dan membentuk gelembung
yang disebut Cysticercus (sistiserkus). Manusia akan tertular cacing ini
apabila memakan daging sapi mentah atau setengah matang.
Dinding Cysticercus akan dicerna di lambung sedangkan larva dengan skoleks menempel pada usus manusia. Kemudian larva akan tumbuh membentuk proglotid yang dapat menghasilkan telur. Bila proglotid masak akan keluar bersama feses, kemudian termakan oleh sapi. Selanjutnya telur yang berisi embrio tadi dalam usus sapi akan menetas menjadi larva onkoster. Setelah itu larva akan tumbuh dan berkembang mengikuti siklus hidup seperti di atas. Perhatikan gambar daur hidup Taenia saginata berikut!
b. Taenia solium
Dinding Cysticercus akan dicerna di lambung sedangkan larva dengan skoleks menempel pada usus manusia. Kemudian larva akan tumbuh membentuk proglotid yang dapat menghasilkan telur. Bila proglotid masak akan keluar bersama feses, kemudian termakan oleh sapi. Selanjutnya telur yang berisi embrio tadi dalam usus sapi akan menetas menjadi larva onkoster. Setelah itu larva akan tumbuh dan berkembang mengikuti siklus hidup seperti di atas. Perhatikan gambar daur hidup Taenia saginata berikut!
b. Taenia solium
Daur hidup Taenia solium sama dengan
daur hidup Taenia saginata, hanya saja inang perantaranya adalah babi.
Sedangkan kista yang sampai di otot lurik babi disebut Cysticercus sellulose.
c. Coanotaenia infudibulum
c. Coanotaenia infudibulum
Cacing pita lainnya adalah
Coanotaenia infudibulum yang parasit pada usus ayam tetapi inang perantaranya
adalah Arthropoda antara lain kumbang atau tungau.
Penyakit Pada Manusia Akibat Cestoda
Nama Ilmiah Tempat Infeksi Distribusi
Diphylllobothrium latum Small Intestine Argentina, Europe, Japan, Siberia,
Great Lakes area USA
Taenia saginata Small Intestine Di seluruh dunia
Taenia solium Small Intestine Di seluruh dunia
Hymenolepis nana Small Intestine Di seluruh dunia
E. Peranan Platyhelminthes bagi Kehidupan Manusia
Penyakit Pada Manusia Akibat Cestoda
Nama Ilmiah Tempat Infeksi Distribusi
Diphylllobothrium latum Small Intestine Argentina, Europe, Japan, Siberia,
Great Lakes area USA
Taenia saginata Small Intestine Di seluruh dunia
Taenia solium Small Intestine Di seluruh dunia
Hymenolepis nana Small Intestine Di seluruh dunia
E. Peranan Platyhelminthes bagi Kehidupan Manusia
Pada umumnya Platyhelminthes
merugikan, sebab parasit pada manusia maupun hewan, kecuali Planaria. Planaria
dapat dimanfaatkan untuk makanan ikan. Agar terhindar dari infeksi cacing
parasit (cacing pita) sebaiknya dilakukan beberapa cara, antara lain:
ü memutuskan daur hidupnya,
ü menghindari infeksi dari larva cacing
ü tidak membuang tinja sembarangan (sesuai dengan syarat-syarat hidup sehat),dan
ü tidak memakan daging mentah atau setengah matang (masak daging sampai matang).
ü memutuskan daur hidupnya,
ü menghindari infeksi dari larva cacing
ü tidak membuang tinja sembarangan (sesuai dengan syarat-syarat hidup sehat),dan
ü tidak memakan daging mentah atau setengah matang (masak daging sampai matang).
Platyhelminthes memiliki tubuh
pipih, lunak dan epidermis bersilia. Cacing pipih ini merupakan hewan tripoblastik
yang tidak mempunyai rongga tubuh (acoelomata). Hidup biasanya di air tawar,
air laut dan tanah lembab. Ada pula yang hidup sebagai parasit pada hewan dan
manusia. Cacing parasit ini mempunyai lapisan kutikula dan silia yang hilang
setelah dewasa. Hewan ini mempunyai alat pengisap yang mungkin disertai dengan
kait untuk menempel.
1. kelas Turbellaria
Semua cacing berambut getar yang
termasuk tubellaria hidup secara bebas. Sebagian besar hewan yang termasuk
mempunyai susunan tubuh yang sederhana. Cacing-cacing ini dapat kita temukan
pada tanah-tanah lembab dan juga di perairan baik asin maupun tawar.
2. kelas Trematoda
Semua anggota kelas ini hidup secara
parasit. Cacing menghisap makanan dari inang dengan mempergunakan batil
penghisap yang terdapat di permukaan ventral. Kebanyakan larva dari cacing ynag
termasuk termatroda hidup secara parasit. Inang yang ditumpangi larva berbeda
dengan inang yang ditumpangi cacing dewasa. Inang dari larva biasanya
siput-siputan. Cacing hati merupakan parasit yang berbahaya bagi domba dan
lembu. Schistosoma dan cacing paru-paru merupakan parasit yang berbahaya bagi
manusia yang hidup di daerah tropis.
3. kelas Cestoda
Cestoda atau cacing pita juga hidup secara
parasit. Cacing pita dewasa hidup di dalam usus inang dan menghisap sari
makanan. Bentuk Cestoda seperti pita terdiri dari untaian progtogled masing
progtogled hidup sendiri. Untaian progtogled dapat mencapai panjang lebih dari 30 meter.Dalam siklus hidupnya sebagian besar cacing pita membutuhkan dua atau lebih inang. Kalau daging yang mengandung cacing pita tidak dimasak sempurna kemudian termakan oleh orang, maka orang tersebut akan terserang cacing pita. Cacing pita tidak memiliki alat pencernaan dan indra. Dalam evolusi mungkin hewan ini hasil perkembangan dari cacing pita yang hidup secara bebas. Dalam proses perkembangannya, alat pencernaan dan alat indera tidak lagi sesuai dengan cara hidup parasit.
waaww...
BalasHapus